Sabtu, 07 November 2015

Tugas Individu Karya Seni Dwi Matra

 1. Tarikan Benang



2. Inkblot



 3. Menggambar dengan Tiupan



4. Cetak Penampang, Daun-daunan, Umbi-umbian



5. Cetak Sablon Sederhana



6. Menggambar Bentuk



7. Menggambar Dekoratif


 8. Menggambar Ilustratif

Tugas Kelompok 1 Karya Seni Dwi Matra

 1. Membatik Sederhana



2. Monoprint



 3. Finger Painting


4. Kolase dari Bahan Ampas Kelapa


Tugas Makalah Kelompok 1 "Wawasan Seni"

MAKALAH
PENDIDIKAN SENI RUPA
“Wawasan Seni”

                                                     

                                                     
    III E - PGSD
KELOMPOK 1
Disusun oleh :
1. Imasyuka Lufita (14186206153)
2. Trisna Ria Mauretha (14186206155)
3. Dina Puspita Sari (14186206156)
4. Linda Arizka (14186206298) 
                                  


Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
( STKIP PGRI TULUNGAGUNG )
Jalan Mayor Sujadi No. 7 Tulungagung – Jawa Timur
Telp./Fax : 0355-321426 email :info@stkippgritulungagung.ac.id


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Wawasan Seni”. Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
  1. Bapak Drs. H. DJOKO EDI YUHONO, M.M. selaku ketua STKIP PGRI TULUNGAGUNG.
  2. Pak Reyhan Florean, M.Pd. selaku dosen pengajar serta pembimbing mata kuliah Pendidikan Seni Rupa.
  3. Bu Frita Devi Asriyanti, M.Pd. selaku dosen wali PGSD-IIIE dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih banyak kekuranagan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di penyusunan yang akan datang. Demikian hal yang perlu kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Tulungagung,    September 2015

Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………...II
DAFTAR ISI……………………………………………………………....III
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….... 1
A.   LatarBelakang………………………………………………………..   1
B.    RumusanMasalah…………………………………………………….. 1
C.    Tujuan………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………
1.1     Manusia dan Kebudayaan…..…………………………………….…
1.2     Pengertian Seni……………………………………………………
1.3     Konsep Keindahan…………………………………………………

BAB III PENUTUP……………………………………………………
3.1  Kesimpulan………………………………………………..………
3.2  Saran…………………………………………………………...…

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
   Seni selalu menarik untuk dibicarakan karena keindahan sehari-hari,disadari atau tidak manusia tidak dapat lepas dari seni.Wawasan adalah suatu sudut pandang , suatu cara khusus untuk mengamati sesuatu dan menatanya sedemikian rupa sehingga lebih bermakna.Pengertian seni untuk memperoleh pengertian tentang seni mula-mula perlu dibedakan antara segala sesuatu yang termasuk seni dan bukan seni.Apresiasi seni adalah sikap seseorang terhadap seni sebagaimana ia menghayati dan menghargai dengan sebaik-baiknya. Sedangkan karya seni adalah suatu hasil pernyataan batin atau ungkapan jiwa seseorang yang mengandung maksud tertentu,hal itu dapat ditinjau dari berbagai titik pandang, antara lain tinjauan dari segi psikolog,segi sosiologi,dan segi estetika.
   Apabila beberapa langkah-langkah seperti berikut ditempuh dengan baik kiranya seseorang akan memilih alat pandang yang dapat dipakai untuk mawas dunia seni sampai pada batas cakrawala yang diperlukan ,itulah akan memperluas wawasan orang sehingga akhirnya ia benar-benar dapat menentukan seni itu apa dan bagaimana seharusnya mawas seni sebagai kebutuhan dalam hidupnya.



B.   Rumusan Masalah
1.      Apa itu manusia dan kebudayaan ?
2.      Apa pengertian dari seni ?
3.      Bagaimanakah konsep keindahan ?


C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui tentang manusia dan kebudayaan.
2.      Untuk mengetahui pengertian dari seni.
3.      Untuk mengetahui konsep dari keindahan.


BAB II
PEMBAHASAN

1.1   Manusia dan Kebudayaan

Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan memiliki segala kelebihan dan kesempurnaan, yang sangat berbeda dengan binatang. Binatang berkembang dari masa ke masa secara statis, alamiah, dan dengan perilaku yang naluriah. Manusia berkembang secara dinamis, bergerak dan berubah dari waktu ke waktu karena sejalan dengan perkembangan akal, budi, dan dayanya. Oleh karena itu manusia disebut sebagai mahluk budaya. Mahluk yang menggunakan akal (rasio) dalam berpikir untuk mengembangkan kehidupannya.
Ketika dilahirkan di muka bumi, manusia dalam keadaan lemah dan tidak berdaya. Ketidakberdayaan manusia ketika dilahirkan tampak dari keharusannya untuk belajar dan beradaptasi terhadap alam dan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan makhluk hewan yang telah siap hidup dalam alam lingkungannya tanpa harus melalui proses belajar dan adaptasi yang lama. Dalam proses menuju kesempurnaannya, makhluk manusia memerlukan berbagai upaya untuk dapat mempertahankan hidupnya. Upaya yang dilakukan manusia itu merupakan suatu pemanfaatan sejumlah kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan manusia tersebut di antaranya kemampuan otak yang dapat mengembangkan proses berpikir atau berakal budi. Kemampuan berakal budi pada manusia tidak dimiliki jenis makhluk lainnya, sehingga manusia disebut juga sebagai makhluk berakal budi atau makhluk berpikir. Dengan kemampuan berpikir, manusia dapat mengembangkan sistem-sistem yang dapat membantu mempertahankan kehidupannya. Sistem-sistem tersebut adalah sistem bahasa, sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian). Keseluruhan sistem tersebut dinamakan kebudayaan (Koentjaraningrat, 1990:98).
            Keseluruhan sistem tersebut mewujudkan beragam bentuk dan medium yang artifisial, sehingga dalam kehidupannya manusia berhadapan dengan realitas baru yaitu dunia simbol. Menurut Ernst Cassirer (1990) manusia tidak
hanya hidup dalam dunia fisik, tetapi hidup dalam dunia simbolis. Bahasa, mite, seni dan agama adalah bagian-bagian dunia simbolis itu. Cassirer juga menegaskan bahwa manusia selain memiliki kemampuan sistem berpikir, juga memiliki kemampuan sistem simbolis. Dengan sistem ini manusia mengembangkan pemikiran simbolis dan perilaku simbolis sebagai ciri khas manusiawi -yang berbeda dengan binatang. Hal ini terbukti karena manusia membuat dan menggunakan simbol dalam kehidupannya. Kehidupan budaya manusia dengan kekayaan dan ragamnya adalah bentuk-bentuk simbolis. Perkembangan kebudayaan manusia di dunia ini berkaitan erat dengan kemajuan sistem simbolis manusia.
Manusia sebagai makhluk yang berkebudayaan tidak bisa lepas dengan kehidupan manusia yang lain. Hal ini berarti bahwa manusia dalam mempertahankan hidupnya memerlukan interaksi dengan sesama dan lingkungannya. Interaksi manusia dalam suatu masyarakat akan berkembang menjadi salah satu kebutuhan (sosial), karena setiap manusia senantiasa memerlukan keberadaan manusia yang lain. Dengan demikian, manusia selain sebagai makhluk budaya juga makhluk sosial.
Kelompok manusia yang terorganisir dalam suatu masyarakat mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk menciptakan kebudayaan. Sehingga kebudayaan yang diciptakan masyarakat sebenarnya akan merupakan sistem pengetahuan dan kepercayaan manusia yang disusun sebagai pedoman manusia dalam mengatur pengalamannya dan persepsi manusia untuk menentukan tindakan dan juga untuk memilih di antara alternatif yang ada (Kessing, 1981:68).
Salah satu unsur (subsistem) kebudayaan yang hidup di masyarakat adalah kesenian. Jika kebudayaan dipandang sebagai sistem pengetahuan atau sistem gagasan, maka konsekuensi logisnya kesenian merupakan sistem pengetahuan, nilai-nilai dan gagasan yang merujuk pada nilai keindahan. Kesenian yang berkembang dalam suatu kebudayaan masyarakat memiliki nilai- nilai yang bersifat universal. Artinya, bahwa kesenian dapat dipolakan secara sama.
Kesenian merupakan perwujudan dari ekspresi perasaan manusia. Manusia sebagai pencipta seni mengungkapkan perasaannya melalui beragam medium seni, dan karya seni merupakan suatu bentuk perwujudannya. Dalam konteks kesenian, ada tiga unsur pokok yang saling berkaitan yaitu pencipta seni (seniman), penikmat seni (masyarakat), dan karya seni (artifak).
Pencipta seni (seniman) -sebagai bagian dari masyarakat- merefleksikan kehidupan alam, masyarakat dan kebudayaannya dalam wujud karya seni yang sangat beragam, dan unik. Keragaman dan keunikan sebagai akibat dari keragaman kondisi alam, masyarakat dan kebudayaannya.
Suatu kesenian akan dapat berkembang karena didukung oleh masyarakatnya. Masyarakat berperan sebagai penikmat yang merasakan dampak seni bukan dari perasaan atau pengertiannya tetapi dari imajinasinya. Setiap masyarakat memiliki bentuk kesenian yang berbeda karena masyarakat juga berbeda-beda. Kesenian yang berkembang pada kelompok masyarakat perkotaan berbeda dengan masyarakat pedesaan. Kesenian masyarakat modern berbeda pula dengan masyarakat tradisional. Perbedaan tersebut disebabkan antara lain oleh sistem nilai, kondisi alam dan lingkungan, serta tatanan sosial- budayga.
Karya seni anak-anak juga dapat dikelompokkan ke dalam karya seni, walaupun ketegasan mengenai seni anak-anak baru dibicarakan dalam wacana pendidikan seni. Artinya bahwa ada semacam dua paradigma dalam kenyataan seni orang dewasa dan seni anak-anak. Atau hal ini mungkin disebabkan oleh pernyataan yang menegaskan bahwa semua anak itu "seniman" atau manusia kreatif, yang memiliki kebakatan universal dalam masa petumbuhan psikologis anak-anak.


Dua Contoh Karya Seni Lukis Anak-anak




1.2   Pengertian Seni
Seni mempunyai usia yang lebih kurang sama dengan keberadaan manusia di muka bumi ini. Dalam usia yang sangat tua, seni telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan budaya manusia di berbagai belahan bumi, dengan beraneka macam bentuk dan jenis. Walaupun orang telah akrab dengan istilah 'seni', namun terkadang masih belum jelas tentang 'apakah definisi seni itu'.
Herbert Read menyatakan bahwa istilah 'art pada umumnya dihubungkan dengan bagia seni yang biasa ditandai dengan istilah'plastiC atau 'visual', tetapi semestinya di dalamnya termasuk pula seni sastra dan seni musik.


Beberapa Contoh Karya Seni Rupa Zaman Prasejarah di Indonesia         






        



               Sesungguhnya memang terdapat ciri-ciri tertentu yang dapat menandai semua cabang seni, dan sekalipun dalam catatan ini kita hanya berurusan denan seni plastis (seni rupa), namun suatu definisi yang berlaku umum terhadap semua cabang seni akan merupakan suatu titik tolak yang baik bagi penjelajahan kita.
Schopenhauer adalah orang pertama yang menyatakan bahwa semua cabang seni bersumber pada kondisi seni musik; pernyataan ini sering disebut- sebut, sehingga menyebabkan sebagian besar kesalahtafsiran, namun sebenarnya ia mengungkapkan suatu kebenaran yang penting. Sesungguhnya Schopenhauer berpikir tentang kualitas abstrak dari seni musik, dan hampir hanya dalam seni musik saja seorang seniman memiliki kemungkinan untuk menarik perhatian publik secara langsung, tanpa intervensi medium komunikasinya yang sering juga dipakai untuk maksud-maksud lain.
Dalam hal ini kita dapat mengambil beberapa contoh. Seorang Penyair mesti menggunakan kata-kata yang berhubungan erat dengan maknanya dalam dialog sehari-hari. Seorang pelukis biasanya berekspresi dengan pengambaran keadaan dunia ini.
Hanya seorang komponis musiklah yang betul-betul bebas menciptakan karya seni sesuai dengan kesadarannya sendiri, dan dengan tiada tujuan lain kecuali untuk dapat menyenangkan.
Tetapi sebenarnya semua seniman mempunyai tujuan yang sama, ialah untuk menyenangkan, dan secara sederhana Herbert Read menyimpulkan bahwa seni adalah suatu usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan.
Bentuk yang menyenangkan berarti memuaskan kesadaran keindahan kita. Rasa indah itu tercapai bila kita bisa menemukan kesatuan atau harmoni dari hubungan bentuk-bentuk yang kita amati. Definisi ini menyatakan pandangan dari segi kebentukan fisik (obyektivitas).
Definisi seni yang sederhana dan sering dilontarkan oleh publik secara umum ialah segala macam keindahan yang diciptakan manusia. Orang memandang bahwa seni merupakan karya keindahan yang menimbulkan kenikmatan. Kenikmatan meliputi aspek kepuasan jasmani-rohani, yang muncul setelah terjadi respon kepuasan dalam jiwa manusia, baik sebagai pencipta (kreator) ataupun penikmat (apresiator).
Kesenian tradisional kita, misalnya gamelan, merupakan paduan suara (nada) yang indah yang mengenakkan telingan (pendengaran). Hiasan ukiran pada suatu dinding kamar memberikan kesemarakan pandangan mata. Tarian Sunda yang lembut dan gemulai juga menyejukkan rasa, setelah kita menikmati dan menghayatinya.
Kini persoalan seni adalah keindahan tidak selamanya bertahansebagai satu-satunya definisi. Dalam seni kontemporer (termasuk seni modern) yang dihasilkan seniman tidak hanya karya yang indah, tetapi juga karya yang tidak indah dan tidak menyenangkan. Banyak karya seni kini lahir justru bukannya menyenangkan, tetapi memberikan berbagai persoalan yang rumit (sebagai problem kehidupan). Tema dalam seni tumbuh dari manifestasi kesengsaraan, kemelaratan kekacauan atau bahkan protes sosial, dengan berbagai teknik

Dan karya Seni Lukis Dinding Gua (Cave Painting), Zaman Prasejarah di Indonesia
Jika menonton atau menikmati karya seni teater atau musik kontemporer, serasa kita digelitik perasaan, atau dikuras pemikiran kita untuk berupaya menelusuri alur cerita yang absurd (tidak mudah dimengerti, atau tidak berujung pangkal). Kadang-kadang juga dihadapkan pada rangsangan interpretasi (penafsiran) isi/ bentuk seni yang sedang atau sudah kita nikmati.


Metode penciptaan yang eksperimental dan bernuansa ekspresif dalam berbagai bentuk ungkapan.




Karya seni lukis dinding Gua (cave painting)



     Definisi seni yang lain dapat dijumpai dalam Everyman Encyclopedia, yaitu bahwa seni merupakan segala sesuatu yang dilakukan orang bukan atas dorongan kebutuhan pokoknya, melainkan adalah apa saja yang dilakukannya semata-mata karena kehendak akan kemewahan, kenikmatan, ataupun karena kebutuhan spiritual. Sendok dibuat untuk memenuhi kebutuhan pokok, sebagai alat makan. Maka sendok bukanlah karya seni menurut definisi tersebut. Masih banyak karya(benda) yang lain yang kita jumpai, misalnya rumah, pakaian penutup aurat, dan barang yang digunakan untuk kebutuhan pokok hidup kita, yang bukan seni. Yang seni yaitu alat musik gamelan, ukiran kayu, dan lain-lain sejenisnya. Pakaian kita sebagai penutup aurat yang dibuat bukan hanya sebagai penutup atau pelindung fisik, tetapi si perancang (pembuat pakaian) berusaha memperindah motif serta modelnya dengan tujuan untuk menghias pakaian tersebut, tentu saja hiasan atau model pakaian itu merupakan karya seni Kapak Bahu, Karya Kria/Kerajinan Zaman Prasejarah: Berfungsi sebagai Perkakas Sehari-hari.
         Ki Hajar Dewantara seorang tokoh Pendidikan Nasional kita telah membuat definisi seni sebagai berikut: "Seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia yang lain, yang menikmati karya seni tersebut" (Ki Hajar Dewantara, 1962:330).
        Definisi Ki Hajar Dewantara tersebut sejalan dengan pemikiran Leo Tolstoy yang menyatakan bahwa seni memiliki proses 'transfer offeeling', atau pemindahan perasaan dari si pencipta ke penikmat seni. Dalam hal ini seni merupakan suatu sarana komunikasi perasaan manusia (Tolstoy, 1960:51).
Definisi yang lain, dari pernyataan Akhdiat Kartamiharja, yang menekankan bahwa seni merupakan kegiatan psikis (rohani) manusia yang merefleksi kenyataan (realitas). Karena bentuk dan isi karya tersebut memiliki daya untuk membangkitkan atau menggugah pengalaman tertentu dalam alam psikis (rohani) si penikmat atau apresiator. Bila ditelaah, definisi tersebut mengetengahkan peranan jiwa dalam proses berkarya seni dan karya seni itu sendiri. Seniman yang melukis (menggambar) hanya dengan menggerakkan tangan saja (aktivitas fisik), namun tidak melibatkan jiwa (ekspresi emosi), maka karyanya belum dapat dinamakan seni.
Ahli seni dan filsuf berkebangsaan Amerika, Thomas Munro, mendefinisikan seni sebagai alat buatan manusia yang menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Efek tersebut mencakup tanggapan-tanggapan yang berujud pengamatan, pengenalan, imajinasi, yang rasional maupun emosional (Munro, 1963:19). Kedua definisi terakhir tersebut di atas memberikan pernyataan yang sama, yaitu seni sebagai kegiatan psikis (rohani) atau merupakan manifestasi jiwa.

Sudjojono, seorang pelukis zaman revolusi kemerdekaan Indonesia, yang dianggap sebagai pendobrak tradisi seni lukis pemandangan alam, juga menyatakan bahwa seni adalah produk ekspresi jiwa. Seni tanpa jiwa ibarat masakan tanpa garam. Isi karya seni yang hidup tercermin dari kandungan psikis/jiwanya (Yuliman, 1976:9-10).
Popo Iskandar, pelukis akademis, yang pengabdiannya pada dunia seni lukis dan pendidikan seni rupa telah cukup lama, menyatakan bahwa seni merupakan ekspresi yang dikongkritkan dalam kesadaran hidup berkelompok atau bermasyarakat.
Karya Seni Lukis Baru Indonesia, Popo Iskandar: "Empat Macan" (1998)
Karya seni juga memiliki nilai sosial. Kehadiran seni didukung oleh adanya komunikasi antara masyarakat dengan pencipta (seniman). Ekspresi seni yang terwujud menjadi karya seni yang merupakan sarana komunikasi dan dalam upaya berinteraksi sosial. Mustahil karya seni dikatakan keberadaannya tanpa dukungan masyarakat penikmat (apresiator). Justru proses berkesenian merupakan satu kesatuan antar unsur pencipta dan penikmat, hingga terjadi intteraksi apresiatif.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, seni diartikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya) (Depdikbud, 1989:816).
Masih banyak definisi dari para pakar seni, seniman, guru seni ataupun masyarakat penikmat seni. Secara sementara kita dapat menyusun sendiri definisi seni yang didasari oleh berbagai definisi sebelumnya.
Seni ialah ekspresi perasaan manusia yang dikongkritkan, untuk mengkomunikasikan pengalaman batinnya kepada orang lain (masyarakat penikmat) sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin pula kepada penikmat yang menghayatinya. Seni lahir karena upaya manusia dalam memahami kehidupan ini, baik kehidupan sosial, ekonomi, alam, dan sebagainya. Ekspresi tersebut dikongkritkan melalui media gerak (tari), suara (musik), rupa, dan penggabungan/peleburan


berbagai media akan melahirkan kesatuan estetik. Media berekspresi seni rupa meliputi bentuk, warna, bidang, garis, barik/tekstur, dan unsur-unsur estetik.

1.3   Konsep Keindahan
Ide terpenting dalam sejarah estetika filsafati sejak zaman Yunani Kuno sampai abad 18 ialah masalah yang berkaitan dengan keindahan (beauty). Persoalan yang digumuli oleh para filsuf ialah "Apakah keidahan itu?".
Menurut asal katanya, "keindahan" dalam perkataan bahasa Inggris: beautiful (dalam bahasa Perancis beau, sedang Italia dan Spanyol bello yang berasal dari kata Latin bellum. Akar katanya adalahbonum yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi bonellum dan terakhir dipendekkan sehingga ditulis bellum. Menurut cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kwalita abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk perbedaan ini dalam bahasa Inggris sering dipergunakan istilah beauty (kendahan) dan the beautifull (benda atau hal yang indah). Dalam pembahasan filsafat, kedua pengertian itu kadang-kadang dicampuradukkan saja.
Selain itu terdapat pula perbedaan menurut luasnya pengertian yaitu:
a.  Keindahan dalam arti yang luas.
b.  Keindahan dalam arti estetis murni.
c.  Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan.
Keindahan dalam arti yang luas, merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani, yang di dalamnya tercakup pula ide kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang indah. Orang Yunani dulu berbicara pula mengenai buah pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga mengenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya symmetria ntuk keindahan berdasarkan penglihatan (misalnya pada karya pahat dan arsitektur) dan 'harmonia' untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi: - keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral,
keindahan intelektual. Keindahan dalam arti estetika murni,menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya. Sedang keindahan dalam arti terbatas, lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dicerap dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna secara kasat mata.
Pembagian dan pembedaan terhadap keindahan tersebut di atas, masih belum jelas apakah sesungguhnya keindahan itu. Ini memang merupakan suatu persoalan fisafati yang jawabannya beranekaragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang pada semua benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kwalita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony),kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Ciri-ciri pokok tersebut oleh ahli pikir yang menyatakan bahwa keindahan tersusun dari pelbagai keselarasan dan perlawanan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula yang berpendapat bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang selaras dalam suatu benda dan diantara benda itu dengan si pengamat. Seorang filsuf seni dewasa ini dari Inggris bernama Herbert Read dalam (The Meaning of Art)merumuskan definisi bahwa keindahan adalah kesatuan dari hubungan-hubungan bentuk yang terdapat diantara pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauty is unity of formal relations among our sense-perceptions).
Sebagian filsuf lain menghubungkan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure). Misalnya kaum Sofis di Atena (abad 5 sebelum Masehi) memberikan batasan keindahan sebgai sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran (that which is pleasant to sight or hearing). Sedang filsuf Abad Tengah yang terkenal Thomas Aquinas (1225-1274)merumuskan keindahan sebagai id quod visum placet (sesuatu yangmenyenangkan bila dilihat).
Masih banyak definisi-definisi lainnya yang dapt dikemukakan, tapi tampaknya takkan memperdalam pemahaman orang tentang keindahan, karena berlain-lainannya perumusan yang diberikan oleh masing-masing filsuf. Kini para ahli estetik umumnya berpendapat bahwa membuat batasan dari istilah seperti 'keindahan' atau 'indah' itu merupakan problem semantik modern yang tiada satu jawaban yang benar. Dalam estetik modern orang lebih banyak berbicara tentang seni dan pengalaman estetis, karena ini bukan pengertian abstrak melainkan gejala sesuatu yang konkrit yang dapat ditelaah dengan pengamatan secara empiris dan penguraian yang sistematis. Oleh karena itu mulai abad 18 pengertian keindahan kehilangan kedudukannya. Bahkan menurut ahli estetik Polandia Wladyslaw Tatarkiewicz, orang jarang menemukan konsepsi tentang keindahan dalam tulisan-tulisan estetik dari abad 20 ini.


Karya Seni Rupa Modern Barat, Jackson Pollock



Karya Seni Rupa Baru Indonesia, Affandi





BAB III
PENUTUP

3.3  Kesimpulan

Manusia berkembang secara dinamis, bergerak dan berubah dari waktu ke waktu karena sejalan dengan perkembangan akal, budi, dan dayanya. Oleh karena itu manusia disebut sebagai mahluk budaya. Mahluk yang menggunakan akal (rasio) dalam berpikir untuk mengembangkan kehidupannya.
Definisi seni yang sederhana dan sering dilontarkan oleh publik secara umum ialah segala macam keindahan yang diciptakan manusia. Orang memandang bahwa seni merupakan karya keindahan yang menimbulkan kenikmatan. Kenikmatan meliputi aspek kepuasan jasmani-rohani, yang muncul setelah terjadi respon kepuasan dalam jiwa manusia, baik sebagai pencipta (kreator) ataupun penikmat (apresiator).
Keindahan dapat di definisikan dari segi :
a. Keindahan dalam arti yang luas.
b.  Keindahan dalam arti estetis murni.
c.  Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan.

3.4  Saran

            Dalam makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun dari segi isi. Kami menyarankan pembaca agar ikut peduli mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang “wawasan seni”. Makalah ini dapat membantu pembaca dalam meningkatkan pengetahuan tentang wawasan seni sehingga dapat di terapkan dalam proses pembelajaran.






DAFTAR PUSTAKA
http://psrpgsdstkippgritulungsgung.blogspot.co.id/
http://suherlin.com/inilah-kumpulan-karya-seni-rupa-2-dimensi-buatan-anak-sd/,     

Buku Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan Mahasiswa PGSD/PGTK, Guru SD/TK Edisi yang di sempurnakan, 2005